Home / Ragam Berita / Peraturan wali kota menguatkan penataan dan pengelolaan cagar budaya Srobu

Peraturan wali kota menguatkan penataan dan pengelolaan cagar budaya Srobu

Plt Sekda Kota Jayapura, Evert Nicholas Merauje, S.Sos., M.Si membuka konsultasi publik peraturan wali kota tentang penataan dan pengelolaan cagar budaya Srobu. (TIFAPOS/La Ramah)

TIFAPOS.id  Peraturan wali kota berperan penting dalam menguatkan kedudukan cagar budaya dengan mengatur pelaksanaan, pelestarian, dan pengelolaan cagar budaya Srobu.

Peraturan ini mengatur berbagai aspek seperti penggolongan cagar budaya, pengambilalihan pengelolaan cagar budaya yang rusak, serta prosedur pencarian dan pemanfaatan cagar budaya, yang semuanya bertujuan untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya demi kemajuan kebudayaan di Kota Jayapura.

Selain itu, peraturan wali kota juga mengatur tata cara pengelolaan dan pelestarian bangunan cagar budaya, termasuk pengawasan, pemeliharaan, dan pemanfaatan yang melibatkan pemerintah daerah dan masyarakat, sehingga keberadaan cagar budaya dapat terjaga dan memberikan manfaat sosial, pendidikan, dan budaya secara berkelanjutan.

Dengan demikian, peraturan wali kota menjadi instrumen hukum yang memperkuat posisi cagar budaya di daerah dengan memberikan landasan hukum pelaksanaan yang rinci dan operasional, serta memastikan peran aktif pemerintah daerah dalam pelestarian cagar budaya.

Situs Gunung Srobu terletak di Kelurahan Abepantai, Distrik Abepura, Kota Jayapura, Papua, tepatnya di kawasan tanjung di Teluk Youtefa. Situs ini merupakan kawasan megalitik yang terdiri dari lima titik pusat, termasuk pusat pemujaan dan tempat penguburan manusia prasejarah.

Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Jayapura, Grace L. Yoku, S.Pd., M.Pd menyampaikan sambutan. (TIFAPOS/La Ramah)

Gunung Srobu dikenal sebagai situs cagar budaya yang menyimpan peninggalan sejarah berusia sekitar 1.740 tahun, dengan temuan seperti menhir, arca, tulang belulang manusia, dan struktur megalitik yang menunjukkan adanya sistem kepemimpinan dan strata sosial pada masa lalu.

Akses ke situs ini dapat ditempuh dengan menaiki perahu motor sekitar 10 menit dari dermaga kecil nelayan di Abepantai Kampung Biak, kemudian dilanjutkan dengan memanjat bukit yang berkontur landai hingga terjal.

Pemerintah Kota Jayapura berkomitmen melindungi dan melestarikan Gunung Srobu dengan rencana pengaturan kawasan sebagai situs cagar budaya dan pengembangan sebagai tempat edukasi dan wisata budaya.

Gunung Srobu adalah situs megalitik penting, dan kini sedang diupayakan penetapannya sebagai cagar budaya resmi. Salah satunya melalui peraturan wali kota.

“Peraturan wali kota sebagai bentuk komitmen untuk melindungi, mengelola, dan memanfaatkan kawasan Srobu secara bijak dan berkelanjutan dalam rangka menjamin transparansi dan partisipasi publik,” ujar Plt Sekda Kota Jayapura, Evert Nicholas Merauje, S.Sos., M.Si mewakili Wali Kota Jayapura, Abisai Rollo, S.H., M.H, usai membuka konsultasi publik peraturan wali kota tentang penataan dan pengelolaan cagar budaya Srobu di Grand Abe Hotel Jayapura, Jumat (9/5/2025).

Plt Sekda Kota Jayapura, Evert Nicholas Merauje, S.Sos., M.Si foto bersama kolega dalam konsultasi publik perwal cagar budaya Srobu. (TIFAPOS/La Ramah)

Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Jayapura, Grace L. Yoku, S.Pd., M.Pd, mengatakan peraturan wali kota dihadirkan sebagai payung hukum untuk melindungi situs secara resmi.

Ia juga mengatakan, untuk menjaga kelestarian Situs Gunung Srobu yaitu pelaksanaan tahapan delinasi untuk menentukan batas wilayah situs secara tepat, sehingga pengelolaan dan perlindungan dapat dilakukan dengan jelas.

Pembersihan, perawatan, penataan, dan pendokumentasian situs oleh Balai Pelestarian Kebudayaan bersama mahasiswa dan tenaga ahli untuk menjaga kondisi fisik dan nilai sejarahnya.

Penyusunan master plan dan tata ruang kawasan secara bertahap agar situs dapat dikembangkan sebagai destinasi wisata budaya dan edukasi yang terkelola dengan baik.

Selain itu, kolaborasi antara pemerintah kota, provinsi, kementerian, lembaga penelitian, dan masyarakat lokal untuk pengelolaan dan pelestarian yang berkelanjutan.

Pengembangan infrastruktur terpadu dan revitalisasi bangunan sesuai kaidah cagar budaya agar situs dapat diakses dan dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat dan wisatawan, sekaligus meningkatkan potensi ekonomi masyarakat sekitar.

Serta, sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat agar memiliki rasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap kelestarian situs serta ikut berperan aktif dalam pelestarian.

“Langkah-langkah ini dirancang untuk menjaga nilai sejarah, budaya, dan ekologis Gunung Srobu sekaligus menjadikannya aset edukasi, meningkatkan perekonomian, dan pariwisata unggulan di Kota Jayapura,” ujar Yoku.

Ia juga mengatakan, Pemerintah Kota Jayapura menyusun pra-desain dan master plan tata ruang kawasan secara bertahap untuk menjadikan situs ini destinasi wisata budaya dan edukasi unggulan di Papua.

Selain itu, berkomitmen menjaga warisan sejarah Gunung Srobu dengan pendekatan terencana, legal, kolaboratif, dan berkelanjutan agar situs ini lestari dan bermanfaat bagi generasi mendatang.

Ia juga mengatakan, penemuan terbaru di Situs Gunung Srobu, yaitu dua patung arca megalitik dengan gaya Polinesia yang unik dan berbeda dari arca lain di Papua, masing-masing sekitar 1 meter tinggi dan berat 50-60 kg.

Berbagai artefak budaya seperti fragmen tembikar dengan ragam hias, kapak batu, alat dari cangkang molusca, manik-manik dari batu, tanah liat, kaca, dan kerang, serta gelang dari kerang dan peralatan dari gigi manusia dan tulang binatang.

Sisa-sisa aktivitas budaya manusia berupa tumpukan sampah kerang dan tulang binatang, yang menunjukkan pemukiman manusia sejak sekitar 1.700 tahun lalu pada masa Neolitikum.

Struktur megalitik seperti menhir, dolmen, punden berundak, batu temugelang, dan bangunan pemujaan yang tertata rapi di beberapa titik situs.

Ia juga mengatakan, penanggalan menunjukkan situs ini telah dihuni sejak sekitar 3.780 tahun sebelum sekarang (BP), mengindikasikan keberadaan budaya Neolitik dan pengaruh Austronesia di Papua.

“Penemuan ini terus diperoleh melalui penelitian intensif sejak 2014 dan menggambarkan kompleksitas budaya dan peradaban prasejarah di kawasan Teluk Youtefa, Kota Jayapura. Situs ini sudah menjadi cagar budaya milik Kota Jayapura,” ujar Yoku.

Plt Sekda Kota Jayapura, Evert Nicholas Merauje, S.Sos., M.Si foto bersama kolega dalam konsultasi publik perwal cagar budaya Srobu. (TIFAPOS/La Ramah)

Kesempatan tersebut, dikatakan Yoku, masyarakat lokal berperan penting dalam pelestarian lingkungan di Gunung Srobu, yaitu memiliki dan tanggung jawab terhadap keberadaan serta kelestarian situs dan lingkungan sekitarnya, sehingga aktif menjaga dan melindungi warisan budaya dan alam di kawasan tersebut.

Terlibat langsung dalam kegiatan pelestarian bersama pemerintah dan lembaga terkait, termasuk pembersihan, perawatan, dan pengelolaan lingkungan agar situs tetap lestari dan terjaga dari kerusakan.

Mendukung upaya sosialisasi dan edukasi agar masyarakat luas memahami nilai penting situs dan lingkungan sekitar, sehingga mendorong kesadaran kolektif untuk menjaga kelestarian alam dan budaya.

Menjaga tradisi dan kearifan lokal yang berhubungan dengan lingkungan, sehingga pelestarian lingkungan berjalan berkelanjutan sesuai budaya masyarakat adat sekitar Gunung Srobu.

Berkolaborasi dengan pemerintah dalam pengembangan kawasan sebagai destinasi wisata budaya yang ramah lingkungan, sehingga potensi ekonomi dan pelestarian lingkungan dapat berjalan seimbang.

“Masyarakat lokal menjadi mitra strategis dalam menjaga kelestarian lingkungan Gunung Srobu melalui peran aktif, kesadaran budaya, dan kolaborasi dengan berbagai pihak,” ujar Yoku.

Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Jayapura, Grace L. Yoku, S.Pd., M.Pd. (TIFAPOS/La Ramah)

Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Kota Jayapura, Jean Hendrik Rollo, berharap Gunung Srobu tidak hanya menjadi cagar budaya di tingkat kota, tetapi juga diusulkan ke tingkat provinsi, nasional, bahkan internasional.

Ia juga mengatakan Gunung Srobu dianggap penting dalam sejarah kebudayaan Indonesia karena merupakan situs megalitik yang menunjukkan keberadaan peradaban manusia di Papua sejak masa prasejarah atau abad ke-4 Masehi, masa peralihan dari prasejarah ke sejarah.

Selain itu, Gunung Srobu menjadi bukti adanya interaksi multikulturalisme di Papua yang berkontribusi pada terbentuknya kebudayaan Indonesia secara keseluruhan, menggambarkan perpaduan budaya Melanesia dan Mongoloid yang tinggal di kawasan tersebut.

Situs ini juga memiliki nilai budaya, sosial, ekonomi, dan pendidikan yang tinggi, sehingga menjadi aset penting untuk pelestarian dan pengembangan sebagai cagar budaya nasional yang dapat meningkatkan pengetahuan dan kebanggaan masyarakat lokal serta menjadi daya tarik wisata budaya.

“Gunung Srobu memberikan gambaran komprehensif tentang sejarah peradaban manusia di wilayah Pasifik dan Papua, yang sangat jarang ditemukan di Indonesia, sehingga menjadi warisan budaya yang sangat berharga dan penting bagi sejarah kebudayaan Indonesia,” ujar Rollo.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *