Mahasiswa Program Magister Manajeman Pendidikan FKIP Universitas Cenderawasih Jayapura, Yoab Septhinus Peday. (TIFAPOS/Ist)
Oleh : Yoab Septhinus Peday
TIFAPOS.id Pendidikan adalah elemen penting dalam proses pembangunan nasional yang memainkan peran besar dalam menentukan masa depan suatu bangsa.
Selain itu, pendidikan merupakan bentuk investasi dalam pengembangan sumber daya manusia, di mana peningkatan keterampilan dan kemampuan dianggap sebagai faktor penting untuk mendukung sumber daya manusia dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan.
Kemajuan di bidang pendidikan akan memengaruhi pola pikir dan sikap individu, memungkinkan mereka untuk bertahan dan
beradaptasi dengan perkembangan zaman serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Jami & Syukri, 2013).
Pendidikan merupakan wujud dinamis dari kebudayaan manusia yang terus berkembang. Oleh karena itu, perubahan dan perkembangan dalam dunia pendidikan merupakan hal yang wajar dan harus selaras dengan transformasi budaya kehidupan.
Pendidikan sangat penting bagi satu generasi ke generasi berikutnya (Akrim, 2020; Hidayat, 2024; Simbolon, 2024). Upaya perbaikan pendidikan di semua tingkatan perlu dilakukan secara berkesinambungan untuk menghadapi tantangan masa depan.
Pendidikan yang dapat mendukung pembangunan masa depan adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga mereka dapat menghadapi dan menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan.
Pendidikan juga harus mencakup pengembangan potensi nurani serta kompetensi peserta didik (Annisa & Gyfend,
2021).
Pendidikan di Indonesia secara umum menghadapi berbagai tantangan utama, yaitu terkait kualitas, relevansi, elitisme, dan manajemen.
Beragam indikator kuantitatif digunakan
untuk menggambarkan keempat permasalahan tersebut, salah satunya melalui analisis komparatif yang membandingkan situasi pendidikan di Indonesia dengan negara-negara lain di kawasan Asia.
Permasalahan ini bersifat besar, mendasar, dan multidimensional, sehingga sulit untuk menemukan solusi yang jelas dan tuntas.
Tantangan ini tidak hanya dialami oleh
pendidikan secara umum di Indonesia, tetapi juga pada Pendidikan di Papua, yang bahkan
dianggap memiliki tingkat problematika yang lebih kompleks.
Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, “Pendidikan Papua harus ditingkatkan dalam hal akses dan mutu agar anak-anak Papua memiliki kesempatan yang sama untuk meraih cita-cita dan membangun masa depan yang lebih baik”.
Hal ini sejalan dengan visi pemerintah untuk menciptakan generasi muda yang cerdas dan kompetitif. Namun, tidak hanya akses yang perlu ditingkatkan, mutu pendidikan juga harus menjadi fokus utama.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh pakar pendidikan dari Universitas Cenderawasih, Dr. Yohanes Yaboisembut, “Mutu pendidikan di Papua masih rendah karena kurangnya fasilitas,
kurikulum yang kurang relevan, dan ketersediaan tenaga pendidik yang terbatas”.
Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan standar pendidikan dan kualitas guru-guru di Papua.
SMA Negeri Yokiwa adalah salah satu SMA di Kabupaten Jayaputan, yang berada di wilayah Kampung Yokiwa, Distrik Sentani Timur Kabupaten Jayapura, Papua.
Berdasarkan data dan hasil evaluasi sekolah enam tahun terakhir, menujukan bahwa kualitas pendidikan di SMA Negeri Yokiwa sangat rendah, seperti rendahnya partisipasi siswa, kurangnya motifasi belajar dan kurangnya sumber daya.
Sekolah menyadari bahwa kebutuhan akan perbaikan dan sistem manajemen dan pembelajaran dalam meningkatkan kualitas pendidikan sangat penting.
MQT dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan perbaikan proses pembelajaran, meningkatkan motivasi siswa, dan meningkatnya kinerja guru.
Kurangnya penelitian MQT tentang penerapan MQT di sekolah, terutama di SMA Negeri Yokiwa, sehingga penelitian ini dapat menjadi kontribusi penting.
Oleh kerena itu, perlu dilakukan inovasi dan perbaikan dalan sistem Pendidikan, salah satunya dengan menerapkan Manajemen Mutu Terpadu (MQT).
SMA Negeri Yokiwa Kabupaten Jayapur, Papua, dapat menjadi contoh bagi Lembaga Pendidikan lainnya dalam menerapkan MQT untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Konsep Dasar Manajemen Mutu Terpadu (TQM)
Definisi Manajemen Mutu: Istilah manajemen memiliki banyak arti, tergantung orang yang
mengartikannya.
Menurut Moefti Wiriadihardja (1987), manajemen adalah mengarahkan/memimpin sesuatu daya usaha melalui perencanaan, pengorganisasian, pengoordinasian dan pengendalian sumber daya manusia dan bahan ditujukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Syafaruddin (2005), mendefinisikan manajemen sebagai suatu proses
pengaturan dan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki organisasi melalui kerjasama
para anggota untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.
Dari dua pengertian di atas, dapat dipahami bahwa manajemen merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam sebuah organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Adapun, mutu secara essensial, menurut Aan Komariah dan Cepi Triatna (2005), digunakan untuk menujukkan kepada suatu ukuran penilaian atau penghargaan yang diberikan atau dikenakan kepada barang (product) dan/atau jasa (service) tertentu berdasarkan pertimbangan obyektif atas bobot dan/atau kinerjanya.
Jasa/pelayanan atau produk tersebut dikatakan bermutu apabila minimal menyamai bahkan melebihi harapan pelanggan. Dengan demikian, mutu suatu jasa maupun barang selalu berorientasi pada kepuasaan pelanggan.
Apabila kata mutu digabungkan dengan kata pendidikan, berarti menunjuk kepada kualitas product yang dihasilkan lembaga pendidikan atau sekolah, yaitu dapat diidentifikasi dari banyaknya siswa yang memiliki prestasi, baik prestasi akademik maupun yang lain, serta lulusannya relevan dengan tujuan.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen mutu adalah suatu
cara dalam mengelola suatu organisasi yang bersifat komprehensif dan terintegrasi
yang diarahkan dalam rangka memenuhi kebutuhan pelanggan secara konsisten dan
mencapai peningkatan secara terus menerus dalam setiap aspek aktivitas organisasi.
Menurut, Mohammad Ali (2007), bahwa sasaran yang dituju dari manajemen
mutu adalah meningkatkan mutu pekerjaan, memperbaiki prodiktivitas dan efisiensi
melalui perbaikan kinerja dan peningkatan mutu kerja agar menghasilkan produk yang
memuaskan atau memenuhi kebutuhan pelanggan.
Jadi, manajemen mutu bukanlah seperangkat peraturan dan ketentuan yang kaku yang harus diikuti, melainkan seperangkat prosedur proses untuk memperbaiki kinerja dan meningkatkan mutu kerja.
Dalam manajemen produksi, ada suatu mekanisme penjaminan agar produk
yang dihasilkan dapat memenuhi standar mutu. Untuk itu pengendalian mutu harus
dilakukan sejak awal perencanaan.
Apabila pengendalian mutu dilakukan setelah produk dihasilkan bisa menghadapi risiko terjadinya sejumlah produk yang tidak
sesuai dengan standar yang diharapkan.
Dalam paradigma demikian, tujuan utama manajemen mutu adalah untuk mencegah dan mengurangi resiko terjadinya kesalahan dalam proses produksi, dengan cara mengusahakan agar setiap langkah yang dilaksankan selama proses produksi dapat berjalan sebaik-baiknya sesuai standar.
Dengan demikian, dalam manajemen mutu
bukan sekedar berupaya agar produk yang dihasilkan memenuhi standar mutu, tetapi
lebih difokuskan pada bagaimana proses produksi bisa terlaksana dengan baik, sesuai
dengan prosedur yang seharusnya dilakukan. Dengan proses produksi yang baik, tentu akan dapat menghasilkan produk yang baik pula.
Manajemen Mutu Terpadu (MMT) dalam dunia industri sudah Iebih dahulu berkembang yang penerapannya dalam banyak hal telah menunjukkan hasil yang menakjubkan.
Belakangan ini, di kalangan pakar kependidikan pun kemungkinan penerapan konsep tersebut telah banyak mendapat perhatian. Bahkan pengkajiannya telah berkembang hingga ke model dan teknik-tekniknya.
Karena itu, sengaja menyorotinya dan wawasan proses penyebaran inovasi atau difusi inovasi adalah sehubungan dengan penerapan konsep manajemen mutu terpadu (MMT) di Indonesia relatif masih baru.
Batasan Manajemen Mutu Pendidikan:
Pengertian mengenai manajemen mutu pendidikan mengandung makna yang
berlainan.
Akan tetapi, perlu ada suatu pengertian yang operasional sebagi suatu pedoman dalam pengelolaan pendidikan untuk sampai pada pengertian mutu pendidikan, kita lihat terlebih dahulu pengertian mutu menurut para pakar.
Secara umum mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau
jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia; “Mutu adalah ukuran baik buruk suatu benda, keadaan, taraf atau derajad (kepandaian, kecerdasan, dan sebagainya)”.
Beberapa definisi mengenai Manajemen Mutu Terpadu (TQM) pendidikan menurut para ahli, yaitu Manajemen Mutu Terpadu (TQM) Pendidikan menurut Edward Sallis adalah
sebuah filosofi tentang perbaikan secara terus menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang.
Manajemen Mutu Terpadu menurut Fandy Tjiptono & Anastasia Diana (1995) ialah
suatu pendekatan dalam usaha memaksimalkan daya saing melalui perbaikan terus menerus atas jasa, manusia, produk, dan lingkungan.
Menurut West-Burnham (1997) Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan ialah semua
fungsi dari organisasi sekolah kedalam falsafah holistis yang dibangun berdasarkan
konsep mutu, kerja tim, produktivitas, dan prestasi serta kepuasan pelanggan.
Armai Arief (2005: 21) mendefinisikan mutu ialah usaha yang dilakukan oleh seseorang, institusi, atau organisasi dalam upaya menyempurnakan suatu produk, agar
produk itu bernilai fungsional dan efisien.
Jadi, mutu merupakan orientasi utama suatu
produk, sejauh mana suatu produk memenuhi kriteria, standar atau rujukan.
Pengertian lain disampaikan oleh Edward Sallis, di mana kualitas atau mutu dapat dilihat juga dari konsep secara absolut dan relatif.
Dalam konsep absolut sesuatu (barang)
disebut berkualitas bila memenuhi standar tertinggi dan sempurna. Artinya, barang
tersebut sudah tidak ada yang melebihi.
Sedangkan, dalam konsep relatif, kualitas
berarti memenuhi spesifikasi yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan (fit for their purpose).
Kualitas dalam konsep relatif berhubungan dengan produsen, maka kualitas
berarti sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan pelanggan.
Korelasi antara mutu dengan pendidikan dapat dilihat dalam dua hal, yakni mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Proses pendidikan yang bermutu apabila seluruh komponen pendidikan terlibat dalam proses pendidikan itu sendiri.
Faktor-faktor dalam proses pendidikan adalah berbagai input, seperti bahan ajar, metodologi, saran sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana kondusif.
Sedangkan, mutu pendidikan dalam konteks hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu.
Dari penjelasan di atas dalam konteks postingan kali ini mutu pendidikan
dapat diartikan sebagai kemampuan sekolah memberikan layanan kependidikan dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan mencakup input, proses dan output pendidikan.
Fungsi Manajemen mutu Pendidikan, yaitu
manajemen mutu pendidikan dapat diartikan sebagai seni dan ilmu dalam mengelola jasa untuk memberikan kepuasan pada pelanggan melalui jaminan mutu supaya tidak terjadi keluhan-keluhan. Bagi peserta didik, sekolah adalah sarana untuk belajar dan di dalamnya terdapat sistem yang terdiri dari input-proses- output.
Oleh sebab itu, sekolah memiliki peran yang penting untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran yang baik supaya siswa dapat dengan aktif
mengembangkan segala potensi yang ada pada dirinya.
Tidak semua masyarakat di pelosok negeri merasakan pendidikan. Perkembangan
pendidikan semakin terbantu dengan adanya pembangunan infrastruktur sekolah yang
dilakukan oleh pemerintah dan juga swasta.
Keseimbangan antara pembangunan infrastruktur dengan kualitas sumber daya
manusia harus seimbang. Yang dimaksud dengan sumber daya manusia yaitu segala
komponen-komponen pendidikan, diantaranya siswa, guru, kepala sekolah, dan tenaga administrasi.
Dalam proses pembangunan, peningkatan mutu sumber daya manusia harus dilakukan dengan terencana, terarah, intensif, efisien, dan efektif. Hal ini dilakukan supaya dapat bersaing dalam era globalisasi.
Cara yang tepat untuk memperbaiki mutu pendidikan adalah dengan memperbaiki
manajemen mutu pendidikan, yang berperan di dalam proses peningkatan mutu pendidikan adalah organisasi-organisasi pendidikan.
Menurut Cheng, 1996 bahwa keefektifan sekolah dapat dilihat dari kemampuan
sekolah dalam menjalankan fungsinya dengan maksimal.
Indikator manajemen mutu sekolah, yaitu lingkungan sekolah yang kondusif (aman dan tertib), mempunyai misi dan target mutu yang akan dicapai, mempunyai kepemimpinan yang kuat, ada harapan yang tinggi terhadap personel sekolah, diantaranya kepala sekolah, guru, staf, dan siswa untuk berprestasi.
Selain itu, ada pengembangan staf sekolah yang dilakukan terus menerus sesuai dengan tuntutan iptek, pelaksanaan evaluasi secara terus menerus terhadap berbagai aspek administratif dan akademik, dan pemanfaatan hasilnya untuk perbaikan mutu, dan adanya dukungan dan komunikasi intensif dari orang tua murid atau masyarakat.
Karakteristik Manajemen Mutu Terpadu (TQM)
Goetsch dan Davis (Nasution, 2005), mengungkapkan sepuluh unsur utama
(karakteristik) total quality management, yaitu Fokus Pada Pelanggan: Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal merupakan driver.
Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada
mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas
manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.
Obsesi Terhadap Kualitas: Dalam organisasi yang menerapkan TQM, penentu akhir kualitas pelanggan internal dan eksternal. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan tersebut.
Pendekatan Ilmiah: Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut.
Dengan demikian data diperlukan dan
dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark), memantau prestasi, dan
melaksanakan perbaikan.
Komitmen jangka panjang: TQM merupakan paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu, dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.
Kerja sama Team (Teamwork): Dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerja sama tim, kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina baik antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok lembaga-lembaga pemerintah, dan masyarakat sekitarnya.
Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan: Setiap produk atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses- proses tertentu di dalam suatu sistem atau lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang sudah ada perlu diperbaiki secara terus menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat meningkat.
Pendidikan dan Pelatihan: Dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar, yang tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia.
Dengan belajar, setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya.
Kebebasan Yang Terkendali: Dalam TQM, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan “rasa memiliki” dan tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang dibuat.
Selain itu, unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang diambil, karena pihak yang terlibat lebih banyak.
Meskipun demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik.
Kesatuan Tujuan: Agar TQM dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan.
Dengan demikian setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Namun, hal ini tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan atau kesepakatan antara pihak manajemen dan karyawan mengenai upah dan kondisi kerja.
Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan: Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM.
Pemberdayaan bukan sekedar melibatkan karyawan tetapi juga melibatkan mereka
dengan memberikan pengaruh yang sungguh berarti.
Pokok-pokok Pikiran Berkenaan Dengan Bahasan Mengenai Model Dasar
Strategi Penerapan MMT
Berikut ini dikedepankan pokok-pokok pikiran berkenaan dengan bahasan mengenai model dasar strategi penerapan MMT dan proses penerapan MMT pada lingkup (konteks) persekolahan.
Menurut Husaini Usman (2009) dalam bukunya Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, mengatakan bahwa mutu memiliki 13 karakteristik seperti berikut, yaitu kinerja (performa), berkaitan dengan aspek fungsional sekolah.
Misalnya, kinerja guru dalam mengajar baik, memberikan penjelasan meyakinkan, sehat dan rajin mengajar, dan menyiapkan bahan pelajaran lengkap.
Pelayanan administratif dan edukatif sekolah baik yang ditandai hasil belajar tinggi, lulusannya banyak, putus sekolah sedikit, dan yang lulus tepat waktu banyak. Akibat kinerja yang baik maka sekolah tersebut menjadi sekolah favorit.
Waktu wajar (timeliness): selesai dengan waktu yang wajar. Misalnya, memulai dan
mengakhiri pelajaran tepat waktu. Waktu ulangan tepat. Batas waktu pemberian
pekerjaan rumah wajar. Waktu untuk guru naik pangkat wajar.
Handal (reliability): usia pelayanan prima bertahan lama. Misalnya, pelayanan prima
yang diberikan sekolah bertahan dari tahun ke tahun, mutu sekolah tetap bertahan dari tahun ke tahun.
Sebagai sekolah favorit bertahan dari tahun ke tahun. Sekolah menjadi juara tertentu bertahan dari tahun ke tahun. Guru jarang sakit. Kerja keras guru bertahan dari tahun ke tahun.
Daya tahan (durability): tahan banting. Misalnya, meskipun krisis moneter, sekolah
masih tetap bertahan, tidak tutup. Siswa dan guru tidak putus asa dan selalu sehat
Indah (aestetics). Misalnya, eksterior dan interior sekolah ditata menarik. Taman
ditanami bunga dan terpelihara dengan baik. Guru-guru membuat media pendidikan
yang menarik. Warga sekolah berpenampilan rapi.
Hubungan manusiawi (personal interface): menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan
profesionalisme. Misalnya, warga sekolah saling.
Menghormati, baik warga intern maupun ektern sekolah, demokratis, dan menghargai
profesionalisme. Mudah penggunaannya (easy of use). Sarana dan prasarana dipakai. Misalnya, aturan-aturan sekolah mudah diterapkan.
Buku-buku perpustakaan mudah dipinjam dan dikembalikan tepat waktu. Penjelasan guru di kelas mudah dimengerti siswa. Contoh soal mudah dipahami. Demonstrasi praktik mudah diterapkan siswa.
Bentuk khusus (feature): Keunggulan tertentu. Misalnya, sekolah ada yang unggul
dengan hampir semua lulusannya diterima di universitas bermutu. Unggul dengan
bahasa Inggrisnya. Unggul dengan penguasaan teknologi informasinya (komputerisasi). Ada yang unggul dengan karya ilmiah kesenian atau olahraga.
Standar tertentu (conformance to specification): memenuhi standar
tertentu. Misalnya, sekolah sudah memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM), sekolah sudah memenuhi standar minimal ujian nasional atau sekolah sudah memenuhi ISO 9001:2000 atau sekolah sudah memenuhi TOEFL dengan skor 650.
Konsistensi (Consistency): keajegan, konstan, atau stabil. Misalnya, mutu sekolah
dari dahulu sampai sekarang tidak menurun seperti harus mengatrol nilai siswa-siswanya.
Warga sekolah konsisten antara perkataan dengan perbuatan. Apabila, berkata tidak berbohong, apabila berjanji ditepati, dan apabila dipercaya tidak mengkhianati.
Seragam (uniformity): tanpa variasi, tidak tercampur. Misalnya, sekolah
menyeragamkan pakaian sekolah dan pakaian dinas. Sekolah melaksanakan aturan, tidak pandang bulu atau pilih kasih.
Mampu melayani (serviceability): mampu memberikan pelayanan prima. Misalnya,
sekolah menyediakan kotak saran dan saran-saran mampu dipenuhi dengan sebaik-baiknya. Sekolah mampu memberikan pelayanan primanya kepada pelanggan sekolah sehingga semua pelanggan merasa puas.
Ketepatan (Accruracy): ketepatan dalam pelayanan. Misalnya, sekolah mampu
memberikan pelayanan sesuai dengan yang diinginkan pelanggan sekolah, guru-guru
tidak salah dalam menilai siswa- siswanya. Semua warga sekolah bekerja dengan
teliti. Jam Belajar di sekolah berlangsung tepat waktu.
Strategi Penerapan MMT Pada Organisasi Sekolah
Pada pengetahuan manajemen kontemporer konsep “mutu” berkembang dengan
menekankan pada aspek psikologis manusia baik sebagai pelaku operasi sistem maupun
sebagai pengguna hasilnya. Mutu adalah berkenaan dengan keinginan yang kuat
(passion) dan kebanggaan (pride), demikian dinyatakan Tom Peters dan N. Austin (Sallis, E. 1993).
Hasrat untuk senantiasa memperoleh hasil terbaik dalam setiap pekerjaan untuk
memberikan Iayanan yang selalu dapat memuaskan setiap pengguna hasil tersebut kini tengah menjadi spirit dari setiap gerakan manajemen.
Bersamaan dengan itu patutlah untuk disadari bahwa manusia telah dihadapkan kepada tuntutan persyaratan hidup yang ketat dan dengan intensitas yang tinggi. Memasuki dasawarsa belakangan ini di Indonesia isu mengenai mutu telah menjadi pembicaraan yang senantiasa aktual.
Pemikiran dan penerapan berbagai konsep mutakhir atau kontemporer mengenai mutu telah mendapat prioritas hampir di segala
bidang, tidak terkecuali bidang kependidikan.
Apalagi, kini orientasi pembangunan nasional jangka panjang, ditekankan pada pengembangan sumber daya manusia. Ini jelas menunjukkan bahwa masalah penanganan mutu dalam sistem pendidikan memiliki arti yang amat strategis dalam memacu kemajuan pembangunan bangsa.
Sebab mutu pendidikan yang ditangani secara betul atau profesional pada dasarnya tertuju bagi keberhasilan pengembangan mutu sumber daya manusia.
Merujuk usulan Miller tersebut maka model dasar strategi penerapan MMT
pada organisasi sekolah dapat ditetapkan dengan memperhatikan atau mempertimbangkan dua sisi kepentingan, yaitu misi yang diemban organisasi sekolah
atau yang oleh Kanter (Bagir, 1995) dalam perspektif keunggulan kompetitif dikenalkan
sebagai core competence, dan visi terhadap kebutuhan, keinginan, atau harapan para
pelanggan.
Pengorganisasian dan Pencapaian Komitmen Terhadap Mutu Terpadu
Pada sisi pertama dapat ditempatkan dua hal apa yang disarankan Feigenbaum
(1983), yaitu pengorganisasian dan pencapaian komitmen terhadap mutu terpadu.
Dalam kaiatan ini mengacu kepada Enward Deming (Sallis, 1993), dapat diajukan
14 prinsip, yaitu miliki tekad yang kuat dan terus menerus untuk memperbaiki mutu produk dan jasa. Gunakan filosofi yang tidak bisa menerima keterlambatan, kesalahan, cacat materi dan cacat pekerjaan.
Hentikan pemeriksaan mutu pada akhir proses, ganti dengan adanya proses yang baik sejak awal sampai akhir guna mendapatkan hasil yang bermutu.
Jangan terkecoh oleh besamya biaya saja; yang mahal belum tentu baik, yang mudah
belum tentu baik, demikian pula sebaliknya, lakukan terus dan selamanya usaha-usaha perbaikan kualitas dalam setiap kegiatan.
Lembagakan pembinaan dalam bentuk on-the-job training untuk semua orang (pimpinan, guru, dan staf sekolah lainnya) agar masing- masing dapat selalu meningkatkan kualitas kerjanya.
Lembagakan kepemimpinan yang membantu setiap orang untuk dapat melakukan
pekerjaannya dengan baik, hilangkan sumber-sumber yang menyebabkan orang merasa takut dalam organisasi.
Hilangkan segala yang menghambat komunikasi antar bagian dan antar individu
dalam organisasi sekolah, bilangkan slogan dan ajakan bekerja keras kepada para pelaksana; penyebab rendahnya mutu dan produktivitas bukan ada pada fihak pelaksana tetapi pada sistem organisasi.
Hilangkan target kerja bagi para pelaksana, dan hilangkan angka-angka tujuan bagi
para pimpinan, singkirkan penghalang yang merebut hak para pimpinan dan pelaksana untuk bangga atas hasil kerjanya.
Lembagakan program yang kuat untuk pendidikan, pelatihan dan pengembangan din bagi semua orang, ciptakan struktur yang memungkinkan semua orang bisa ikut serta dalam usaha memperbaiki mutu organisasi sekolah.
Proses Penerapan MMT Pada Tatanan Kurikulum Muatan Lokal dan Implementasi
Menyikapi konsep berwawasan inovatif:
Manajemen mutu terpadu, kurikulum muatan lokal (KML), adalah merupakan
gagasan inovatif (pembaruan).
Pada ketiganya mengandung maksud sebagai upaya yang ditujukan ke arah pemecahan masalah dalam menghadapi berbagai tantangan zaman.
Upaya menjalankan suatu gagasan yang lebih bersifat kualitatif dalam arti mengembangkan kemungkinan-kemungkinan yang lebih baik dan cocok tentunya barang menuntut kearifan.
Sebab dapat dipastikan bahwa pihak-pihak yang terlibat di samping memiliki persepsi dan kebutuhan sendirisendiri juga dapat menyadari adanya kepentingan bersama.
Dalam kaitan ini sangat boleh jadi muncul stres dan konflik pada pihakpihak yang terlibat tersebut. Dalam hal ini kearifan diperlukan paling tidak dengan memperkecil dan atau bahkan memanfaatkan stres dan konflik yang muncul itu.
Lantas apa implikasi bagi upaya penerapan MMT pada kedua gagasan inovatif lainnya itu di sekolah? Dalam kaitan ini perlu dipahami bagaimana anggota sistem sosial di lingkungan sekolah yang bersangkutan dapat menyikapi gagasan-gagasan inovasi tadi.
Sebagai pegangan umum kiranya dapat digunakan kategorisasi anggota sistem sosial menurut Everett Rogers (1983), dikemukakannya bahwa anggota sistem sosial dalam proses penyebaran inovasi (diffusion) dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori.
Dalam hubungannya dengan sistem sosial sekolah kelimanya dapat dikemukakan, inovator, anggota staf sekolah yang masuk kategori ini berkarakter antara lain suka
bertualang; berhasrat besar untuk mencoba gagasan-gagasan baru, menyukai akan
hal-hal yang bahaya, kegesitan, tantangan, dan risiko.
Mereka sering juga berhubungan dengan orang- orang dari luar lingkungan sekolah atau berjiwa kosmopolitan. Mereka dapat memainkan peranan sebagai “a get keeping” dalam arus gagasan-gagasan baru ke dalam sistem sekolah.
Pelopor, anggota staf sekolah kategori ini Iebih menyatu dengan Iingkungan sosial
sekolah setempat. Mereka sering tampil sebagai “opinion leader” dan penuh
pertimbangan untuk menerapkan gagasan yang baru.
Mereka tanggap terhadap kelompoknya, mampu mengajukan saran dan memberikan dorongan di samping senantiasa menguapayakan keberhasilan dengan memanfaatkan ciri-ciri utama suatu gagasan baru.
Pengikut dini, anggota staf sekolah kelompok ini suka menerima gagasan baru
sebelum kebanyakan orang menerimanya. Sekalipun acap kali berhubungan dengan anggota kelompok Iainnya, tapi jarang memegang posisi kepemimpinan. Mereka sering merundingkannya Iebih dahulu sebelum menerima sepenuhnya suatu gagasan baru.
Pengikut kemudian, anggota staf sekolah kelompok ini baru menerima gagasan baru
manakala sudah kebanyakan orang menerimanya.
Mereka seringkali ragu terhadap
gagasan baru dan karenanya menunggu tekanan kelompok memberikan motivasi.
Mereka cenderung menerima suatu yang baru setelah yakin merasa aman dengan
penerimaannya itu.
Tertinggal, anggota staf sekolah kelompok ini senantiasa menjadi yang terakhir dari
kelompoknya dalam menerima gagasan baru. Mereka kebanyakan terasing dari
jaringan kerja kelompoknya. Mereka acapkali berhubungan dengan orang-orang yang
berpandangan kolot.
Sering kali saat mereka mulai menerima suatu gagasan baru, gagasan baru Iainnya telah dihadapannya. Dalam hubungan itu pula bertolak dari konsep mutu yang mengutamakan kepentingan para pemakai, dengan demikian penerapan MMT-nya sendiri hendaknya menjadi Iebih ditekankan pada penggalangan dan koordinasi seluruh jajaran terkait dengan memperhatikan karakteristik pada kategori mana mereka berada.
Menjalankan Langkah-Langkah Penerapan MMT: Sesuai dengan tahapan proses putusan suatu inovasi yang dikenalkan Rogers (1983) maka paling tidak ada lima langkah strategis yang harus dilalui dalam penerapan MMT.
Langkah-langkah tersebut bertolak dari kondisi awal sistem sekolah dengan visi dan misi yang dimilikinya. Prosesnya tidak terlepas dari informasi yang bersumber dari kondisi awal tersebut dan disebarkan melalui saluran komunikasi pada sistem sekolah.
Adapun kelima langkah dimaksud adalah, yaitu memahami ide atau gagasan MMT yang dimaksudkan. Dalam hal ini penyajian
konsep perlu dibuat sesederhana mungkin tetapi dengan penuh keyakinan bahwa
gagasan tersebut sangat mungkin dijalankan di lingkungan sekolah yang
bersangkutan.
Di antara cara yang dapat dilakukan ialah menyelenggarakan forum-forum diskusi dengan mendatangkan nara sumber berkompeten yang ditunjang bacaan atau panduan sumber-sumber yang dirancang untuknya.
Untuk kasus penerapan pada tatanan KML dan Wajar Dikdas 9 tahun oleh semua personil terlibat jelas kiranya kalau pemahaman terhadap konsep keduanya merupakan prasyarat yang sudah terlebih dahulu dipenuhi.
Membangkitkan motif atau dorongan yang dapat menyebabkan jadi berkenan terhadap
gagasan MMT yang telah dipahami. Dalam hal ini di samping penegasan akan kepentingan atau keuntungan yang bisa diraih juga kemudahan-kemudahan dari padanya perlu terus menurus ditekankan.
Penunjukan bukti-bukti keberhasilan dan
ketersedian berbagai hal yang diperlukan akan sangat menbantu langkah ini.
Meyakinkan penentuan penerimaan (adopsi) atas gagasan MMT yang dimaksud. Bisa
jadi pada tahapan ini muncul pertimbangan- pertimbangan apakah perlu dicobakan
dulu atau tidak. Itu bergantung pada seberapa jauh tingkat berkenan yang dicapai tahap sebelumnya.
Pelaksanaan gagasan yang dimaksud. Dalam hal ini prinsipprinsip pengorganisasian
mutu patut ditegakkan. Berdasar pandangan Feigenbaum (1983) dapat ditegaskan
dua prinsip pengorganisasian yang amat mendasar, yaitu mutu adalah
pekerjaan setiap orang dalam penyelenggaraan sekolah, dan karena itu pula mutu dapat menjadi bukan pekerjaan siapapun.
Implikasi dari prinsip itu maka pimpinan
sekolah harus menyadari bahwa tanggung jawab atas mutu dari banyak individu akan
dilaksanakan secara efektif jika mereka ditunjang dan dilayani oleh fungsi manajemen yang rapi. Salah satu pekerjaan khususnya adalah mutu pembelajaran, bidang kegiatan pentingnya ialah kendali mutu.
Melakukan tindak lanjut: Langkah ini berkaitan dengan adanya kemungkinan apa yang dilaksanakan tidak berjalan terus dan atau yang semula memilih tidak melaksanakan malah kemudian menjadi melaksanakan.
Bahkan yang melaksanakan pun mungkin
belum sesuai dengan pertimbangan hati nuraninya atau apa yang disebut disonansi
inovasi. Karena itu berbagai “insentif’ dalam artian penghargaan dan pengakuan
amatlah penting guna memelihara keberlanjutan pelaksanaan gagasan MMT pada tatanan KML.
Mengidentifikasi Kendala dan Implementasi Mutu Pendidikan: Salah satu masalah yang sangat dominan seperti yang telah diungkap dalam pendahuluan adalah kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia sangat erat kaitannya dengan pendidikan.
Untuk itu, peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Secara garis besar ada dua faktor utama yang menyebabkan perbaikan mutu pendidikan di Indonesia masih belum atau kurang berhasil yaitu, strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented.
Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input
pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan (sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan.
Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production (Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.
Pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran
birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro
(sekolah) atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa komleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.
Manfaat
MQT adalah sebuah pendekatan sistematis untuk meningkatkan kualitas Pendidikan
dengan memperbaiki proses pebelajaran dan meningkatkan kepuasan siswa. Dengan menerapkan MQT, SMA Yokiwa dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan mencapai tujuan Pendidikan yang lebih baik.
Beberapa manfaat MQT yang dapat diperoleh SMA Negeri Yokiwa adalah meningkatkan kemampuan guru melalui pelatihan dan pengembangan profesional, meningkatkan fasilitas dan sumber daya pembelajaran.
Meningkatkan partisipasi siswa dan
orang tua dalam proses pembelajaran, meningkatkan kualitas pembelajaran.
Saya percaya bahwa penerapan MQT di SMA Negeri Yokiwa Kabupaten Jayapura, Papua dapat menjadi contoh bagi lembaga pendidikan lainnya dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Oleh karena itu, perlu dilakukan dukungan dan komitmen dari semua pihak untuk menerapkan MQT secara efektif
Kesimpulan
Penerapan MQT di SMA Negeri Yokiwa Kabupaten Jayapura, Papua dapat menjadi langkan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan di daerah tersebut.
Dengan menerapkan MQT, SMA Negeri Yokiwa dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan mencapai tujuan Pendidikan yang lebih baik.
Saya berharapkan bahwa lembaga pendidikan lainnya dapat mencontoh SMA Negeri Yokiwa dalam menerapkan MQT untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
(Penulis adalah mahasiswa Program Magister Manajemen Pendidikan FKIP Universitas Cenderawasih Jayapura)






