Ilustrasi. (TIFAPOS/Novelia Imakulata Vov P’Sebo)
Oleh : Novelia Imakulata Vov P’Sebo
TIFAPOS.id Belt and Road Initiative ini adalah sebuah program pembangunan infrastruktur dan investasi yang diluncurkan oleh Tiongkok pada 2013.
Belt and Road Initiative (BRI), juga merupakan jalur perdagangan ekonomi internasional yang menghubungakan Asia, Afrika, dan Eropa yang terdiri sekitar 60 negara.
BRI bertujuan untuk meningkatkan perekonomian dunia dan menciptakan jalur perdagangan baru untuk memperbesar peluang bisnis baik itu ekspor, impor dan juga investasi bagi Tiongkok.
Indonesia merupakan negara Asia Tenggara pertama yang menjalin hubungan diplomatik resmi dengan Tiongkok pada Juli 2015.
Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, Tiongkok menjadi salah satu negara yang memberikan investasi terbesar di Indonesia.
Hal tersebut ditandai dengan pendanaan Tiongkok pada proyek-proyek infrastruktur melalui program BRI.
Pada 2022, Indonesia dan Tiongkok saat peringatan 70 tahun hubungan bilateral Indonesia dan Tiongkok, kedua negara semakin memperkuat hubungan dalam berbagai bidang.
Salah satu bidang yang sedang gencar-gencarnya ditingkatkan adalah bidang pembangunan infrastruktur.
Berdasarkan data Global Competitiveness Report dari World Economic Forum (WEF), Indonesia masih berada pada urutan ke-62 dari 140 negara dalam Pembangunan infrastruktur.
Hal ini berdampak pada perekonomian Indonesia yang dilihat dari era reformasi yaitu pada tahun 1990 perkembangan pembangunan infrastruktur di Indonesia tidak sejalan dengan perekonomian.
Indonesia menjadi salah satu tujuan Tiongkok dalam pembangunan infrastruktur melalui inisiatif Belt and Road Initiative. Hal ini, dikarenakan Indonesia dianggap sebagai Middle Power di Asia.
Bagi Indonesia yang merupakan negara berkembang dan saat ini sedang gencar melakukan pembangunan di berbagai wilayah untuk mengejar ketertinggalan pembangunan infrasturktur dengan negara lain.
Program BRI yang diinisiasi oleh Tiongkok ini, tentunya sangat menarik perhatian bagi Indonesia untuk membantu pembangunan tersebut.
Untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia ini memerlukan dana yang besar sehingga membutuhkan investor.
Melalui Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Belt and Road Initiative di Bogor pada Mei 2017, Indonesia berusaha mengumpulkan investor untuk mendukung pembangunan infrastruktur terkait dengan inisiasi BRI
Bank ekspor-impor Tiongkok yaitu China Eximbank telah menyediakan dana lebih dari 1 triliun yuan atau setara dengan 2.130 miliar rupiah untuk proyek BRI ini.
Tujuanya, untuk meningkatkan perekonomian dan menciptakan jalur perdagangan baru untuk memperbesar peluang bisnis baik itu ekspor-impor dan juga investasi bagi Tiongkok.
China Exim Bank merupakan Bank Ekspor Impor Tiongkok dalam proyek BRI untuk mendukung perdagangan, investasi, dan kerjasama ekonomi internasional Tiongkok.
Dana besar yang dikeluarkan oleh China Exim Bank merupakan pinjaman dari Tiongkok untuk memperkuat jaringan darat dan laut Tiongkok dengan Asia Tenggara, Asia Tengah, Timur Tengah, Eropa, dan Afrika
Kepentingan Tiongkok melalui BRI
Selama periode ini, sejumlah proyek infrastruktur, seperti pembangunan jalan, pelabuhan, dan fasilitas transportasi, telah dilaksanakan.
Proyek-proyek ini tidak hanya meningkatkan konektivitas antar wilayah di Sulawesi Utara, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat lokal.
Dengan adanya infrastruktur yang lebih baik, Sulawesi Utara dapat terintegrasi lebih baik dalam jaringan perdagangan regional, yang pada gilirannya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.
Salah satu proyek signifikan adalah pembangunan Pelabuhan Bitung, yang diharapkan dapat menjadi pusat logistik dan perdagangan di kawasan timur Indonesia.
Pelabuhan ini tidak hanya akan mempercepat distribusi barang, tetapi juga menarik investasi asing dan domestik, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan daya saing daerah.
Kerja sama ini juga memperkuat hubungan diplomatik antara Indonesia dan Tiongkok, terutama dalam bidang ekonomi dan teknologi.
Tiongkok, sebagai salah satu mitra dagang terbesar Indonesia, berkomitmen untuk mendukung pembangunan infrastruktur yang dapat memperkuat posisi Indonesia di pasar global.
Meskipun terdapat tantangan, seperti isu utang dan dampak lingkungan, manfaat jangka panjang dari BRI terlihat dalam peningkatan aksesibilitas dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan di Sulawesi Utara. Namun, penting untuk dicatat bahwa proyek-proyek ini, juga menghadapi kritik.
Beberapa pihak mengkhawatirkan potensi utang yang tinggi dan dampak lingkungan dari pembangunan infrastruktur yang cepat.
Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan yang baik dan transparansi dalam setiap proyek untuk memastikan bahwa manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat luas tanpa mengorbankan keberlanjutan lingkungan.
Kepentingan Tiongkok melalui BRI di Sulawesi Utara menunjukkan bagaimana investasi asing dapat berkontribusi pada pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi, meskipun perlu diimbangi dengan perhatian terhadap tantangan yang mungkin muncul.
Dengan pendekatan yang tepat, BRI dapat menjadi katalisator bagi kemajuan ekonomi dan sosial di Sulawesi Utara.
Kesimpulan
Pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara melalui Belt and Road Initiative (BRI) antara 2017 s.d 2022 telah memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan konektivitas dan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.
Proyek-proyek utama, seperti pengembangan Pelabuhan Bitung, tidak hanya memperkuat posisi Sulawesi Utara sebagai pusat logistik dan perdagangan, tetapi juga membuka peluang baru bagi investasi dan penciptaan lapangan kerja.
Meskipun demikian, tantangan seperti isu pendanaan, dampak lingkungan, dan kebutuhan untuk memastikan keberlanjutan proyek tetap harus diperhatikan.
Oleh karena itu, penting bagi semua pemangku kepentingan untuk bekerja sama dalam mengelola dan mengawasi proyek-proyek ini agar manfaatnya dapat dirasakan secara luas oleh masyarakat.
Dengan pendekatan yang tepat, BRI dapat menjadi katalisator bagi kemajuan infrastruktur dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan di Sulawesi Utara.
(Penulis adalah mahasiswa jurusan Hubungan International Universitas Cenderawasih Jayapura)






