Home / Ragam Berita / IHT SMPN 2 Jayapura wujudkan pembelajaran mendalam dan menyenangkan

IHT SMPN 2 Jayapura wujudkan pembelajaran mendalam dan menyenangkan

TIFAPOS.id Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Jayapura, Kota Jayapura, Papua, menggelar kegiatan IHT (In House Training) sebagai pelatihan dan peningkatan kapasitas guru dalam berbagai aspek pendidikan.

IHT diadakan pada Semester Ganjil Tahun Ajaran 2025/2026 untuk pembekalan materi terkait implementasi Kurikulum Merdeka dan peningkatan kompetensi guru.

IHT yang berlangsung di halaman sekolah, Senin (28/7/2025) dengan fokus pada metode pembelajaran mendalam atau Deep Learning dan dan menyenangkan menuju kelas yang aktif, reflektif dan bermakna untuk meningkatkan efektivitas pengajaran.

Selain itu, IHT SMP Negeri 2 Jayapura yang diikuti guru dengan tema penerapan Deep Learning dan pembentukan karakter melalui program Kebiasaan Anak Indonesia Hebat (KAIH).

“Kegiatan IHT ini untuk mingkatkan kualitas pengajaran dan keterampilan guru,” ujar Kepala SMP Negeri 2 Jayapura, Dorthea Carolien Enok, S.Pd.

Selain itu, menyelaraskan metode pembelajaran sesuai kurikulum dan menanamkan nilai dan kebiasaan positif pada peserta didik melalui karakter building.

IHT yang berlangsung selama empat hari dari tanggal 28 s.d 31 Juli 2025, diisi dengan sesi presentasi, diskusi, praktik, dan penyusunan rencana pembelajaran yang didampingi oleh narasumber dari Pengawas Pembina SMP Disdikbud Kota Jayapura dan kepala sekolah.

“IHT untuk meningkatkan profesionalisme guru dan kualitas pendidikan dengan metode pembelajaran terkini serta penguatan karakter siswa,” ujar Enok.

Dijelaskan Enok, kelas yang aktif adalah kelas di mana siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran, bukan hanya sebagai pendengar pasif tetapi juga sebagai peserta yang melakukan kegiatan belajar secara fisik dan mental.

Dalam kelas aktif, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif, baik melalui diskusi, pemecahan masalah, kerja kelompok, permainan peran, atau metode pembelajaran interaktif lainnya.

Tujuannya adalah agar siswa dapat memahami materi secara mendalam dan aplikatif dalam kehidupan nyata, seperti siswa terlibat secara langsung dalam kegiatan belajar dengan menggunakan berbagai indera.

Siswa berkesempatan untuk mencari, menemukan, dan mengembangkan materi pelajaran secara mandiri, guru tidak dominan sebagai sumber informasi tunggal, melainkan memfasilitasi interaksi dan diskusi.

Suasana kelas tetap terkontrol meskipun siswa diberi kebebasan untuk berekspresi dan melakukan berbagai aktivitas pembelajaran.

Model pembelajaran aktif sangat menekankan motivasi, kerja sama antar siswa, pemikiran kritis, dan feedback yang cepat agar pembelajaran menjadi lebih bermakna dan menyenangkan.

“Kelas yang aktif adalah lingkungan belajar di mana siswa benar-benar “bergerak,” baik secara fisik maupun mental, untuk menguasai materi secara efektif dan aplikatif,” ujar Enok.

Selain itu, kelas reflektif dan bermakna adalah konsep pembelajaran yang menempatkan pengalaman reflektif dan keterkaitan makna sebagai inti proses belajar.

Dalam kelas seperti ini, siswa tidak hanya menerima materi secara pasif, tetapi aktif merefleksikan pengalaman, mengaitkan pengetahuan dengan kehidupan nyata, serta mencari makna dari proses belajar mereka sendiri.

Konsep kelas reflektif, yaitu proses belajar menekankan refleksi, yaitu berpikir ulang dan mendalam tentang apa yang dipelajari, bagaimana prosesnya, serta manfaatnya.

Siswa diajak untuk menyadari kekuatan, kelemahan, perasaan, dan pengalaman mereka.

Refleksi juga mendorong siswa menjadi lebih bertanggung jawab atas proses belajarnya sendiri, mengembangkan kesadaran metakognitif, dan melakukan transformasi diri melalui pembelajaran yang kritis dan konstruktif.

Sementara konsep kelas bermakna, yaitu pembelajaran menjadi relevan dan memiliki makna ketika materi dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa, baik di keluarga, masyarakat, maupun lingkungan sekitar.

Pengetahuan atau keterampilan yang didapat bukan hanya untuk ujian, tapi benar-benar dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata.

Siswa memaknai pelajaran sebagai sesuatu yang penting dan bermanfaat bagi kehidupannya.

Enok menambahkan, kelas kontekstual, yaitu materi pembelajaran dikaitkan dengan situasi nyata, sehingga siswa mudah memahami konsep dan merasakan manfaat praktisnya.

Guru berperan sebagai fasilitator yang menciptakan skenario dan suasana belajar yang mendorong siswa membangun pengetahuan bersama-sama serta menemukan nilai-nilai penting dari pelajaran.

Selain itu, kelas kritis dan mandiri, yaitu melalui refleksi, siswa terbiasa berpikir kritis dari berbagai sudut pandang, bebas mengemukakan pendapat, serta menyelesaikan masalah secara mandiri dan bertanggung jawab.

“Kelas reflektif dan bermakna adalah ruang belajar yang membangun jembatan antara pengetahuan dan kehidupan, serta menumbuhkan karakter melalui refleksi pribadi, diskusi aktif, dan penerapan nyata dari setiap pembelajaran yang dijalani siswa,” ujar Enok.

Kepala SMP Negeri 2 Jayapura, Dorthea Carolien Enok, S.Pd. (TIFAPOS/La Ramah)

Enok berharap, melalui IHT, guru dapat mengembangkan kemampuan merancang dan melaksanakan strategi pembelajaran yang inklusif dan bermakna bagi semua peserta didik, termasuk yang berkebutuhan khusus.

Guru mengikuti IHT dengan serius agar memiliki bekal yang cukup untuk mengimplementasikan pembelajaran mendalam dan, sehingga pembelajaran dapat berjalan optimal.

Peningkatan kompetensi pendidik dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan visi sekolah dan kebutuhan peserta didik, dengan hasil nyata berupa perangkat pembelajaran yang lengkap dan sesuai regulasi.

Terbentuknya sinergi dan kualitas kerja yang lebih baik antara tenaga pendidik dan tenaga kependidikan melalui pelatihan bersama.

Enok juga menegaskan, guru mampu menerapkan ilmu yang diperoleh dari IHT agar tercipta inovasi dalam pembelajaran dan anak didik memperoleh pendidikan berkualitas, keterampilan, dan karakter yang sesuai dengan nilai-nilai yang diharapkan.

Pengawas Pembina SMP, Dra. Devlin M. Lolowang, M.Pd melihat, IHT sebagai langkah strategis untuk terus meningkatkan profesionalisme guru.

Selain itu, menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan, serta menyesuaikan metode pembelajaran dengan perkembangan kurikulum dan kebutuhan peserta didik.

“Jadi, harapan kami sebagai pengawas pembina, IHT dapat memberikan manfaat nyata berupa peningkatan kemampuan mengajar guru, penguatan implementasi kurikulum, dan terciptanya lingkungan belajar yang inklusif dan berkualitas di sekolah mereka,” ujar Devlin.

 

(lrh)

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *