Home / Ragam Berita / Harus ada payung hukum dalam pelestarian bahasa daerah

Harus ada payung hukum dalam pelestarian bahasa daerah

Koordinator KKLP Molinbastra Balai Bahasa Papua, Anton Maturbongs saat menjadi pemateri dalam kegiatan dialog publikasi bahasa dan sastra Port Numbay. (TIFAPOS/Ramah)

TIFAPOS.id – Koordinator KKLP Molinbastra Balai Bahasa Papua, Anton Maturbongs mengatakan dalam upaya pelestarian bahasa daerah (bahasa ibu) harus ada payung hukum atau regulasi untuk memberikan perlindungan.

“Regulasi sebagai upaya melindungi bahasa daerah di Port Numbay yang hampir punah. Sekolah kampung juga penting tapi payung hukum sangat penting,” ujar Anton di Grand Abe Hotel Jayapura, Kota Jayapura, Papua, Senin (12/8/2024).

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 secara tegas menyatakan bahwa usaha pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa daerah adalah tanggung jawab pemerintah daerah.

“Harus ada kebijakan peraturan daerah agar bahasa daerah masuk muatan lokal. Pemerintah daerah harus ada perhatian serius bersama masyarakat adat terus menjaga bahasa daerah,” ujarnya.

Berdasarkan riset yang dilakukan Balai Bahasa Papua bersama Bappeda Kota Jayapura tahun 2011 s.d 2012, bahasa Kampung Tobati, Kampung Skouw, Kampung Nafri, Kayu Pulau mulai ditinggalkan penuturnya.

“Dari hasil riset itu, 50 tahun ke depan bahasa daerah akan punah atau sisa 30 tahun bila dihitung dari sekarang. Dimasukkan dalam mulok baik SD, SMP, dan SMA sesuai zonasi,” ujarnya.

Melalui regulasi, dikatakan Anton, untuk memastikan bahasa daerah tetap hidup dan berkembang, kekayaan budaya bangsa, keragaman bahasa, dan nilai-nilai kearifan yang ada dalam bahasa dan sastra menjadi modal untuk memperkuat jati diri generasi mendatang.

“Harus ada regulasinya, agar ancaman kepunahan (bahasa daerah) bisa terdeteksi dan dilindungi bahwa orang asli identitas mereka tidak punah,” ujarnya.

Revitalisasi bahasa daerah merupakan salah satu program prioritas Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Balai Bahasa Papua sebagai perwakilan dari Kemendikbud RI, memiliki tugas penting terutama dalam pengembangan bahasa daerah atau bahasa ibu agar tidak punah salah satunya dengan melatih guru utama dalam revitalisasi bahasa.

“Revitalisasi bahasa membutuhkan keterlibatan berbagai tingkatan masyarakat dan pendekatan yang komprehensif, keterlibatan komunitas lokal, kebijakan pemerintah daerah dan dukungan internasional serta penggunaan media dan teknologi,” ujarnya.

Contoh lainnya untuk melestarikan bahasa daerah dari ancaman kepunahan seperti imbauan atau informasi di tempat umum menggunakan bahasa daerah.

“Satu bahasa daerah kalau sudah punah butuh 200 tahun untuk menghidupkannya kembali. Saat ini hanya beberapa sekolah saja yang masukkan bahasa daerah dalam mulok atau 35 persen,” ujarnya.

“Kalau sudah ada payung hukum maka ada guru muatan lokal, penyusunan silabus, dan bahan ajar. Saya belum lihat ada guru muatan lokal di Port Numbay, kalaupun ada paling hanya satu atau dua orang saja,” sambungnya.

Anton menambahkan, ada 10 bahasa yang direvitalisasi di tanah Papua, yaitu Bahasa Tobati di Kota Jayapura, Bahasa Sentani di Kabupaten Jayapura, Bahasa Biyokwek di Kabupaten Keerom, Bahasa Sobey di Kabupaten Sarmi.

Ada juga Bahasa Kamoro di Kabupaten Mimika, Bahasa Marind di Kabupaten Merauke, Bahasa Biak di Kabupaten Biak, Bahasa Hatam di Kabupaten Manokwari, Bahasa Moi di Kabupaten Sorong, dan Bahasa Dani di Kabupaten Jayawijaya.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *