Home / Opini / Hari Komunikasi Sosial Se-dunia: Sejarah dan refleksi iman di era digital

Hari Komunikasi Sosial Se-dunia: Sejarah dan refleksi iman di era digital

Pojok Katekese Komsos Jayapura-Sinode Keuskupan Jayapura. (TIFAPOS/Ist)

Oleh : Marcelino Yonas

TIFAPOS.id Setiap tahun, satu minggu sebelum Hari Raya Pentakosta, Gereja Katolik merayakan Hari Komunikasi Sosial Se-dunia (World Communications and Social Day).

Peringatan ini bukan sekadar momen seremonial, melainkan sebuah refleksi mendalam mengenai bagaimana komunikasi, dalam segala bentuknya, menjadi instrumen pewartaan Injil dan dialog kemanusiaan
yang mendalam di tengah dunia yang terus berubah.

Sejarah dan Latar Belakang

Hari Komunikasi dan Sosial Se-dunia berawal dari Konsili Vatikan II (1962–1965), yang menekankan pentingnya media dan komunikasi sebagai alat pelayanan gerejawi.

Gereja menyadari bahwa teknologi komunikasi bukan sekadar sarana, tetapi jembatan untuk mewartakan nilai-nilai Injil.

Pada 1967, Paus Paulus VI menetapkan hari ini melalui dekrit Inter Mirifica, menegaskan bahwa komunikasi harus mempromosikan “kebaikan, kebenaran, dan keindahan”.

Sejak itu, setiap Paus mengeluarkan pesan tahunan dengan tema aktual, merespons perkembangan teknologi dan dinamika sosial.

Hari Komunikasi Sosial Se-dunia bukan sekadar tentang media massa, tetapi menyentuh dimensi spiritual, etis, dan pastoral dari komunikasi.

Komunikasi bukan hanya penyampaian informasi, tetapi juga pembentukan relasi. Dalam konteks ini, komunikasi adalah
wujud konkret dari cinta kasih.

Seperti dikatakan oleh Paus Fransiskus dalam beberapa pesannya, komunikasi yang sejati harus mendekatkan, menyembuhkan, mempererat, dan tidak menciptakan
jurang atau polarisasi.

Refleksi Tema-Tema Tahunan

Setiap tahun, tema Hari Komunikasi Sosial Sedunia mencerminkan keprihatinan pastoral Gereja terhadap tantangan zaman.

Beberapa tema reflektif dalam dekade terakhir antara lain “Berkomunikasi dengan Harapan dan Keyakinan di Masa Krisis” (2021) merespons pandemi COVID-19.

“Dengarkanlah dengan Telinga Hati” (2022) menekankan pentingnya mendengarkan
dalam komunikasi.

“Berbicara dengan Hati: Kebenaran dalam Kasih” (2023) mengajak pada komunikasi
yang penuh kasih di tengah budaya kekerasan verbal.

“Kecerdasan Buatan dan Hikmat Hati” (2024) refleksi atas tantangan dan peluang AI dalam komunikasi manusiawi.

Tantangan di Era Digital

Era digital ibarat kondisi paradoks yang membawa berkah atau kebaikan sekaligus bencana bila tidak ditangani dengan bijak.

Di satu sisi, teknologi mempercepat penyebaran informasi dan memperluas jangkauan pewartaan, namun di sisi lain, kita menghadapi sebaran informasi hoaks,
ujaran kebencian, polarisasi politik, dan algoritma yang sering kali memperkuat bias pribadi.

Perbincangan di Waroeng Katekese episode 5 season 3. (TIFAPOS/Ist)

Sementara itu, dalam pesan-pesan di Hari Komunikasi Sosial sedunia Tahun 2025, Paus Leo XIV menekankan bahwa komunikasi bukan hanya tentang menyampaikan informasi, tetapi juga tentang membangun dialog dan menciptakan ruang bagi perjumpaan.

Beliau juga mendorong agar komunikasi dibebaskan dari prasangka dan kebencian, serta fanatisme dan agresi.

Dalam konteks di Keuskupan Jayapura, yang meliputi wilayah dengan Keragaman Budaya. Masyarakat Papua terdiri dari ratusan suku dengan bahasa dan tradisi berbeda.

Tantangan Geografis: Medan pegunungan dan kepulauan menyulitkan akses informasi. Perkembangan Teknologi: Masih ada
kesenjangan digital antara kota dan pedalaman.

Sehingga, dalam situasi ini, komunikasi bukan lagi sekadar soal media, tetapi sebagai alat pemersatu dan pemberdayaan

Komunikasi yang Membumi

Momentum sinode Keuskupan Jayapura di Tahun 2026 menjadi sarana dalam mengaplikasikan komunikasi yang lebih membumi dan menyentuh hingga komunitas terkecil dalam gereja, yakni Komunitas Basis Gerejawi (KBG) atau yang sering kita sebut Kombas.

Ada 9 tema umum dalam pembahasan sinode, mulai dari Tema yang berkaitan dengan visi dan misi Keuskupan Jayapura, hingga tema yang berkaitan dengan mengadakan pelayan pastoral yang sehati dan berbobot dalam
hal iman.

Jika menilik dari visi baru Keuskupan Jayapura pada akhir Januari 2025 yang lalu oleh Mgr. Yanuarius Matopai You yakni “Gereja misioner yang mandiri partisipatif solider dan terlibat di tengah masyarakat”.

Maka, tidak dapat dipungkiri bahwa visi ini, akan memperluas spektrum dan fokusnya kepada permasalahan sosial dan kemanusiaan yang ada di wilayah keuskupan Jayapura.

Dalam menjawab hal ini, maka penulis beranggapan bahwa, salah satu elemen kunci dalam mengatasi kondisi ini adalah melalui “komunikasi” dan bela rasa yang berkeadilan “sosial”.

Komunikasi sebagai alat pemersatu kebhinekaan yang dapat menjadi sarana yang melahirkan perdamaian yang setara dan hakiki.

Konflik sosial yang hari-hari ini menjadi keresahan di Tengah Masyarakat sedapat mungkin direduksi dengan membangun
komunikasi dua arah yang jujur dan mengutamakan prinsip keadilan sosial.

Frasa latin “Ecclesia pacis et unitatis minister (Gereja adalah pelayan perdamaian dan kesatuan) menggambarkan dengan terang benderang akan kehadiran gereja sebagai aktor aktif dalam membangun perdamaian dan kesatuan.

Bukan hanya secara internal di antara umatnya, tetapi juga di tengah masyarakat luas, terutama di tengah konflik sosial, politik, atau budaya.

Membangun komunikasi yang intens dengan para pihak yang berkonflik menjadi sebuah keniscayaan, yang dilandasi dengan semangat perdamaian seperti halnya pesan dari mendiang Sri Paus Fransiskus tentang
“komunikasi yang menyejukkan”relevan untuk meredam polarisasi.

Evangelisasi Digital

Hari Komunikasi dan Sosial Se-dunia sejatinya, mengajak gereja untuk merefleksikan peran komunikasi sebagai alat persekutuan, evangelisasi, dan pelayanan.

Dalam perspektif di masa kini, atau yang kita sebut pewartaan kabar baik, tidak lagi hanya mengandalkan metode konvensional
secara tatap muka langsung, baik melalui misa, ibadah rutin di Kombas.

Pembinaan Bina Iman anak dan remaja di gereja, persiapan komuni pertama dan Sakramen Krisma dengan jangkauan yang terbatas.

Akan tetapi, sudah seharusnya memanfaatkan media digital sebagai sarana pewartaan yang bisa menjangkau cakupan yang luas pada rentang segmen umur yang fleksibel serta “kemasan produk” rohani yang variatif.

Dekanat Jayapura sebagai bagian integral dari Keuskupan Jayapura memiliki beberapa media pewartaan digital yang dikelola secara profesional dan mandiri.

Lumen Christi di Waroeng Katekese. (TIFAPOS/Ist)

“PodKas” adalah salah satunya, media digital ini digagas oleh Komsos Keuskupan Jayapura, hadir dalam bentuk video Podcast perbincangan yang dipandu oleh seorang Host dan 1 atau 2 orang narasumber.

Materi perbincangan mencakup berbagai hal di seputar katekese iman Katolik dan kegiatan-kegiatan dari Keuskupan Jayapura termasuk sosialisasi terkait persiapan-persiapan menuju puncak sinode di Tahun 2026.

Selanjutnya, Program “Lumen Christi” menjadi salah satu alternatif pewartaan dengan konsep yang berbeda serta dibawakan langsung oleh imam berupa ibadat sabda dan renungan secara singkat serta biasanya sekitar 80% mengambil Lokasi di luar ruangan (out door) guna memberikan tampilan visual kamera yang lebih variatif.

Selanjutnya, video Podcast “Waroeng Katekese”, hadir sebagai pengisi “kedahagaan” iman dari umat Katolik khususnya Umat Paroki Kristus Terang Dunia, Waena pada
saat itu.

Program “Lumen Christi dan Waroeng Katekese” hadir secara bersamaan di
Paroki Kristus Terang Dunia Waena pada tahun 2020 sebagai respon dari wabah COVID-19 yang lalu, dan mengharuskan kita untuk lebih banyak beraktivitas dirumah.

Video Podcast “Waroeng Katekese” menjadi pembeda dari 2 program sebelumnya, di mana konsep atau nuansa warung dibawakan secara gamblang melalui set panggung berupa gerobak jualan yang didesain sederhana dengan kehadiran host dan co-host sebagai pemilik warung dan penjaga warung.

Undangan yang hadir baik sebagai narasumber maupun penanggap didapuk untuk berperan sebagai pengunjung warung yang berdiskusi ringan tentang katekese iman katolik dengan gaya yang lebih kekinian dan Santai.

Ketiga media digital tersebut, hingga saat ini masih eksis dan akan terus berupaya melakukan evangelisasi berbasis digital guna kepentingan pewartaan Katekese iman Katolik yang benar.

Komunikasi pewartaan rohani di era digital masih akan terus mengalami tantangan khususnya dalam hal penyebaran informasi Katekese yang menyesatkan dan menyalahi aturan dan dogma gereja Katolik secara khusus, sehingga sangat dibutuhkan perhatian dan fokus gereja dalam melakukan mitigasi yang tepat terhadap hal tersebut.

Akhirnya, sebagai penutup, Hari Komunikasi
dan Sosial Se-dunia tidak harus dirayakan dengan webinar megah atau kampanye viral.

Esensinya ada pada keberanian untuk diam dan mendengar, ketulusan dalam berkata-kata dan kepedulian yang konkret, bukan sekadar likes dan shared media sosial.

 

 

(Penulis adalah Tim Produksi Video Podcast Waroeng Katekese)

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *